RSS

Author Archives: N

PERSIAPAN MEDIA , LARUTAN PENGENCER, dan KERJA ASEPTIK

PERSIAPAN MEDIA , LARUTAN PENGENCER, dan KERJA ASEPTIK

          Media adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Media kultur berdasarkan konsistensinya dibedakan atas tiga macam, yaitu:

  1. Media cair (liquid medium) adalah medium berbentuk cair yang dapat digunakan untuk tujuan menumbuhkan atau membiakan mikroba, penelaah fermentasi, uji-uji lain. Contohnya : Nutrient Broth (NB), Lactose Broth (LB) dan kaldu sapi.
  2.  Media semi padat (semi solid medium), biasanya digunakan untuk uji mortalitas (pergerakan) mikroorganisme dan kemampuan fermentasi. Contohnya : Agar dengan konsentrasi rendah 0,5%.
  3. Media padat (solid medium) adalah medium yang berbentuk padat yang dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba dipermukaan sehingga membentuk koloni yang dapat dilihat, dihitung dan diisolasi. Contohnya:  Nutrient Agar (NA), Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), gelatin, silika gel dan beberapa limbah pertanian berbentuk padat (Ardiansyah 2004).

Media berdasarkan fungsinya, yaitu:

  1. Media diperkaya (enriched medium) adalah medium yang ditambah zat-zat tertentu (serum, darah, ekstrak tumbuhan dan lain-lain), digunakan untuk menumbuhkan mikroba heterotrof.
  2. Media selektif (selective medium) adalah media yang ditambah zat kimia tertentu yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain sehingga dapat mengisolasi mikroba tertentu, misalnya media yang mengandung kristal violet pada kadar tertentu, dapat mencegah pertumbuhan bakteri gram positif tanpa mempengaruhi bakteri gram negatif. Contohnya : Endo Agar, EMB(Eosin Metilena Biru) Agar, SSA (Salmonella Shygella Agar), VRB (Violet Red Bile Agar)
  3. Media diferensial (deferential medium) adalah media yang ditambahkan zat kimia tertentu yang menyebabkan mikroba membentuk pertumbuham atau mengadakan perubahan tertentu hingga dapat membedakan tipenya. Contohnya : TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
  4. Media penguji (assay medium) adalah media dengan susunan tertentu digunakan untuk pengujian-pengujian vitamin, asam amino, antibiotik dan lain-lain.
  5. Media untuk perhitungan jumlah adalah media spesifik yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba. Contohnya : Plate Count agar (PCA).

Komposisi medium

          Untuk menstimulir pertumbuhan mikroba, media harus memiliki komponen-komponen yang di butuhkan mikroba seperti air, karbon, energi, nitrogen, mineral dan faktor pertumbuhan lain seperti vitamin dan asam amino. Mikroba juga mempunya pH maksimum dan optimum untuk pertumbuhannya, oleh karena itu dalam persiapan media perlu dilakukan pengaturn pH sehingga tercapai pH optimum untuk pertumbuhan mikroba yang diinginkan (Mulyana 1992).

Pembuatan media dapat dilakukan dengan menimbang bahan kimia secara teliti, kemudian mencampurkanya/melarutkannya dalam air suling ,mengatur pHnya, dan memasukan ke dalam tabung, serta mensterilkannya menggunakan otoklaf pada suhu dan waktu yang ditetapkan misalnya suhu 121 derajat (tekanan 151b) selama 15-20 menit(Mulyana 1992). Medium padat mengandung bahan pemadat seperti agar ,gelatin, atau silika gel. Agar paling sering digunakan yang merupakan bahan dari peganggang laut. Media yang mengandung agar akan mencair dalam suhu 79-100 derajat dan setelah sterilisasi media, agar akan membeku dalam suhu 42 derajat. Media yang disimpan dalam memadat, misalnya dilemari es dapat dicairkan kembali dengan memanaskan wadah menggunakan pemanas. Media yang akan di inokulasi dengan mikroba tentu sebelum memadat harus didinginkan terlebih dahulu disuhu ruangan sampai 47-50oC. Jika media terlalu panas, mikroba yang akan ditumbuhkan akan mati( Yanny 2004). Struktur kimia agar terdiri dari galaktan, yaitu polimer dari molekul-molekul galaktosa yang tidak dapat dipecah kebanyakan oleh mikroba. Konsenterasi yang digunakan biasanya 1,5% ,tetapi jika akan dilakukan goresan pada permukaan agar dapat digunakan konsentrasi 1,8-20% sehingga dapat agar yang lebih keras setelah memadat. Media setengah padat mengandung agar yang jumlahnya sedikit dari pada media padat biasanya sekitar 0,5% dan sering digunakan uji pengerak mikroba (motilities). Dialer media agar tidak terdapat bahan makanan untuk mikroba ,melainkan  hanya sebagai bahan pemadat( Yanny 2004).

 

Bentuk dan jumlah media

Jumlah media yang akan digunakan di dalam suatu percobaan harus diperhitungkan sedemikian rupa untuk menghindari pembuatan media yang berlebihan karena mahal harganya.jumlah media yang digunakan dapat ditentukan berdasarkan bentuk meda yang di gunakan dan jumlah pekerjaan contoh sbb:

  • Agar cawan                               :15-20ml/cawan petri
  • Agar tegak                                :8-9ml/tabung reaksi
  • Agar miring                               :6-7ml/tabung reaksi
  • Media cair                                :9-10ml/tabung reaksi
  • Media cair berisi tabung durham :9ml/tabung reaksi

Persiapan dan pembuatan media

  • Pembuatan Media PDA
  1. Ditimbang 4.9 gram PDA dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 100ml.
  2. Dilarutkan dengan 100ml air, lalu dihomogenkan.
  3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larutan mendidih.
  4. Ditutup dengan alumunium foil.
  5. Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 800oC selama 20 menit.
  • Pembuatan Media PCA
  1. Ditimbang 2.35 gram PCA dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 100ml.
  2. Dilarutkan dengan 100ml air, lalu dihomogenkan.
  3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larutan mendidih.
  4. Ditutup dengan alumunium foil.
  5. Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 800oC selama 20 menit.
  • Pembuatan Media NA
  1. Ditimbang 2.3 gram NA dan dimasukan ke dalam  Erlenmeyer 100ml.
  2. Dilarutkan dengan 100ml air, lalu dihomogenkan.
  3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larutan mendidih.
  4. Ditutup dengan alumunium foil.
  5. Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 800oC selama 20 menit.
  • Pembuatan Media NB
  1. Ditimbang 0.8 gram PDA dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 100ml.
  2. Dilarutkan dengan 100ml air, lalu dihomogenkan
  3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larutan mendidih.
  4. Ditutup dengan alumunium foil.
  5. Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 800oC selama 20 menit.

Larutan Pengencer

Larutan pengencer/ larutan fisiologis adalah larutan yang digunakan untuk mengencerkan contoh pada analisis mikrobiologi. Pengenceran dilakukan untuk memperoleh contoh dengan jumlah mikroba terbaik untuk dapat dihitung yaitu antara 30 sampai 300 sel mikroba per ml. Pengenceran biasanya dilakukan 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya. Pengenceran adalah melarutkan atau melepasan mikroba dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Tujuan pengenceran yaitu untuk mengurangi kepadatan kepadatan bakteri yang ditanam (Fais, 2009). Pengenceran merupakan proses yang dilakukan untuk menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan dengan menambah zat pelarut ke dalam larutan sehingga volume larutan menjadi berubah (Nurohaianah et al, 2007).

Seperti halnya media, larutan yang digunakan untuk mengencerkan contoh biasanya mangandung buffer untuk menjaga keseimbangan ion dari mikroba. Buffer yang digunakan untuk pembuatan media dan larutan pengencer adalah fosfat. Pengunaan fosfat dikarenakan satu-satunya komponen anorganik yang mengandung sifat buffer pada kisaran pH normal, yaitu merupakan pH yang dapat mempertahankan keseimbangan fisiologi dari mikroba. Selain dari itu fosfat tidak mempunyai unsur racun bagi mikroba. Garam fosfat yang sering digunakan sebagai buffer adalah kalium monohidrogen fosfat atau kalium hidrogen fosfat. Sebagai larutan pengencer, selain larutan yang mengandung buffer fosfat, dapat juga digunakan larutan garam fisiologi (0,85%) atau larutan reagen. Larutan pengencer ditempatkan dalam tabung reaksi adalah 9 ml setiap tabung nya.

  • Pembuatan Larutan Fisiologis
  1. Ditimbang 0.8 gram NaCl dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 100ml.
  2. Dilarutkan dengan 100ml air, lalu dihomogenkan
  3. Dipanaskan di hot plate sambil diaduk hingga larutan mendidih.
  4. Ditutup dengan alumunium foil.
  5. Disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 800oC selama 20 menit.

Kerja Aseptik

Teknik aseptis atau steril adalah suatu sistem bekerja (praktek) yang menjaga sterilitas ketika menangani pengkulturan mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi terhadap kultur mikroorganisme yang diinginkan. Dasar digunakannya teknik aseptik adalah adanya banyak partikel debu yang mengandung mikroorganisme (bakteri atau spora) yang mungkin dapat masuk ke dalam cawan, mulut erlenmeyer, atau mengendap di area kerja. Pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan ini dapat mempengaruhi atau mengganggu hasil dari suatu percobaan. Mikroorganisme dapat juga ”jatuh” dari tangan operator, sarung tangan atau jas laboratorium karena pergerakan lengan yang relatif cepat. Penggunaan teknik aseptik meminimalisir material yang digunakan terhadap agen pengontaminasi. Pada kenyataanya teknik aspetis tidak dapat melindungi secara sempurna dari bahaya kontaminan, namun semakin banyak belajar dari pengalaman maka semakin mengurangi resiko yang ditimbulkan (Pradhika 2009).

Teknik aseptis digunakan pada saat :

  • Teknik aseptis seharusnya digunakan saat kita bekerja dengan mikroorganisme hidup dengan segala media pertumbuhannya.
  • Teknik aseptis sebaiknya digunakan ketika kita tidak ingin larutan dari suatu botol tidak berubah sifat akibat aktivitas mikroorganisme, seperti saat membuat buffer meskipun buffer dengan konsentrasi garam tinggi atau mengandung deterjen.
  • Teknik aseptis disarankan pada saat kita bekerja menggunakan agen atau senyawa yang berbahaya seperti bahan kimia beracun atau bahan radioaktif. Tentu saja perlindungan diri sendiri dari bahaya senyawa ini lebih penting.
  • Mentransfer biakan dari media satu ke media lainnya. Bakteri kontaminan yang tumbuh tentu saja dapat mengganggu kemurnian biakan dan mungkin saja membuat rancu hasil yang didapatkan.
  • Memfilter media atau serum dan menghitung jumlah bakteri dengan cara filtrasi. Kontaminasi yang ikut tersaring dapat tumbuh pada media baru yang membuat tidak terpakainya media pertumbuhan tersebut atau mempengaruhi jumlah total bakteri.
  • Membuka dan merehidrasi bakteri terliofolisasi. Teknik aseptis dapat menjaga sel yang terrehidrasi dari bakteri kontaminan dan menjaga tidak keluarnya sel ke meja kerja.
  • Melakukan reaksi restriksi atau PCR. Walaupun enzim restriksi pada umumnya disimpan dalam gliserol 50% (bakteriostatik) tapi enzim yang diencerkan akan lebih rentan rusak akibat aktivitas mikroorganisme atau dihambat oleh ion atau unsur tertentu. Kontaminasi DNA asing yang masuk ke dalam tube PCR mungkin dapat teramplifikasi sehingga hasil yang didapat membingungkan.
  • Memberi label sel dengan fosfat. Pada kasus ini kerja aseptis ditujukan untuk melindungi operator dari bahan kimia berbahaya. Jika menggunakan teknik aseptis maka Anda tidak akan membiarkan tutup bahan radioaktif terbuka atau secara tidak sengaja menggunakan pipet bekas bahan radioaktif (Pradhika 2009).

Aturan umum teknik aseptis:

v  Meja kerja sebaiknya jauh dari sesuatu yang dapat menciptakan aliran udara, misalnya tidak ada jendela yang terbuka, tidak dekat dengan pintu yang selalu dibuka-tutup dan jauh dari lalu-lintas orang. Penggunaan kabinet biosafety dapat menjaga dan mengatur aliran udara tetapi ini bukan merupakan suatu jaminan mutlak dari resiko terkontaminasi.

v  Pastikan meja kerja bersih dari kotoran dan benda-benda yang tidak akan digunakan. Kultur tua atau pipet bekas seharusnya tidak berada di meja kerja. Kotoran seringkali sulit dibersihkan pada sudut-sudut ruang.

v  Usap meja kerja dengan antiseptik atau senyawa pembersih lain sebelum digunakan. Di sebagian besar laboratorium umumnya menggunakan etanol 70% untuk membersihkannya. Sediakan etanol pada posisi selalu dekat dengan meja. Jika telah selesai bekerja, sebaiknya meja kerja dikosongkan dari peralatan dan bersihkan lagi.

v  Semua peralatan (pipet, cawan dll.) yang digunakan harus steril. Sebaiknya semua peralatan yang telah disterilisasi diberi label. Jika menemukan alat yang sepertinya telah disterilisai tapi masih ragu terhadap sterilitasnya maka sebaiknya jangan digunakan. Bungkus peralatan baik alat steril sekali pakai atau bukan (pipet, syringe dll.)diperiksa terlebih dahulu apakah terdapat kebocoran atau tersobek.

v  Atur peralatan di meja kerja sedemikian rupa sehingga meminimalisir pergerakan tangan. Alat-alat yang biasanya digunakan dengan tangan kanan (jarum inokulum, filler, pipet dll.) letakkan disebelah kanan begitu juga sebaliknya (rak tabung, cawan petri, erlenmeyer dll.) terkecuali untuk tangan kidal. Di bagian tengah meja kerja disediakan ruang lapang untuk bekerja.

v  Membakar mulut atau bagian tepi dari suatu alat dapat membunuh mikroorganisme yang menempel.

v  Telah siap dengan segala peralatan dan bahan yang dibutuhkan. Semua bahan dan alat untuk prosedur tertentu telah dipersiapkan di meja kerja. Jangan sampai meninggalkan meja kerja untuk mengambil sesuatu yang terlupa atau tertinggal. Perhitungkan semua yang diperlukan beserta cadangannya.

v  Pakai sarung tangan lateks dan ganti secara berkala. Sarung tangan membantu melindungi dari tumpahan biakan atau bahan kimia berbahaya. Tidak menggunakan sarung tangan dirasa tidak bermasalah jika materi dan bakteri yang diteliti dipastikan tidak berbahaya.

v  Cuci tangan sebelum dan sesudah bekerja. Cuci tangan dengan desinfektan atau sabun bila tidak ada desinfektan. Cuci tangan dapat membilas mikroorganisme yang ada di tangan.

v  Minimalisasi gerak : pergerakan tangan dapat menciptakan aliran udara . semakin cepat pergerakannya semakin cepat aliran udara yang ditimbulkan. Pergerakan lengan sebaiknya dilakukan seperlu mungkin dan bergerak secara lembut.

v  Minimalisasi jarak: jarak antar peralatan diatur seefektif dan seefisien mungikn, antar peralatan jangan diletakkan terlalu jauh.

v  Minimalisasi keterpaparan : semakin sering menggerakkan sesuatu (mis: cawan berisi media) melewati udara maka semakin besar partikel udara untuk masuk. Semakin lama tutup erlenmeyer terbuka juga semakin besar terkontaminasi (Suhardin 2008).

Catatan penting dalam kerja aseptis :

v  Tutup erlenmeyer, botol atau cawan sebaiknya dibuka kira-kira 450, tujuannya untuk meminimalisasi udara masuk namun masih dapat mentransfer sesuatu.

v  Jika diharuskan untuk membuka penuh dan tutup diletakkan di meja kerja, maka tutup dapat diletakkan tertelungkup atau terlentang (muka menghadap ke atas). Jika tertelungkup pastikan permukaannya bersih dan bila terlentang pastikan juga tidak ada gerakan di atasnya.

v  Untuk menghindari bakteri yang menempel pada jarum inokulum terpental/terciprat maka diameter loops harus berkisar 2-3 mm dan untuk memperkecil getaran panjang kawat tidak lebih dari 6cm.

v  Tidak boleh menyedot cairan pada saat pipeting dengan mulut.

v  Untuk menghindari penyebaran mikroba dari tetesan pipet yang terjatuh maka dapat digunakan kain steril yang diberi desinfektan sebagai alas. Kain ini setelah selesai dibuang sebagai limbah berbahaya (Suhardin 2008).

 

Daftar Pustaka:

 

Ardiansyah. 2004. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Bogor : Universitas  Djuanda.

Fais,2009. Metode penanaman. [terhubung berkala] http://faizcute.blogspot.com. (2 September 2011).

Mulyana, dkk. 1992. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Mikrobiologi. Bogor : Universitas Djuanda.

Nurohaianah et al, 2007. Media . Jakarta : UI Press.

Pradhika Indra. 2009. [terhubung berkala] http://ekmon-saurus.blogspot.com/2009/05/bekerja-tanpa-kontaminasi-dasar-tehnik.html. (4 September 2011).

Suhardi, S.H., Koesnandar, D. K. Indriani, H. Arnaldo. 2008. Biosafety : Pedoman Keselamatan Kerja di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Sakit. PT. Multazam Mitra Prima.Jakarta: PT.Multazam Mitra Prima.

Yanny Priantieni, E. 2004. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Bogor : SMAKBO.

 
Leave a comment

Posted by on April 22, 2013 in tugas-tugas

 

Miso

          Miso merupakan bahan makanan asal Jepang yang dibuat dari fermentasi rebusan kedelaiberas, atau campuran keduanya dengan garam. Kapang yang digunakan untuk fermentasi adalah Aspergillus oryzae (kōji-kin). Miso digunakan sebagai bumbu masak untuk berbagai jenis makanan Jepang. Warna miso bisa krem kekuningan, coklat muda, coklat tua hingga kehitaman, dengan tekstur seperti selai kacang. Rasa miso biasanya asin, tapi rasa, aroma, dan warna miso bergantung bahan baku, resep, dan lama fermentasi. Bergantung pada wilayahnya di Jepang, bahan baku miso bisa berupa berasgandumjelaigandum hitamhaver, dan serealia yang lain.

          Miso diklasifikasikan berdasarkan metode fermentasi, rasa, warna, dan sebagainya. Berdasakan metode fermentasinya, miso diklasifikasikan menjadi miso hasil fermentasi alami dan miso hasil fermentasi cepat. Miso hasil fermentasi alami memiliki flavor yang sangat baik, dihasilkan dengan cara tradisional yang berlangsung pada enam sampai tiga tahun pada suhu ruang. Miso ini terbuat dari bahan alami tanpa tambahan bahan kimia dan tanpa proses pasteurisasi. Beberapa contoh miso hasil fermentasi diantaranya miso merah, miso barley, dan miso Hatco. Untuk miso hasil fermentasi cepat, waktu yang dibutuhkan sangat singkat yaitu 3 hari sampai 3 minggu pada suhu yang diatur dengan pemanasan.didalam proses pembuatannya, miso ditambahkan bahan kimia sintetik seperti senyawa bleaching, pewarna, pemanis, vitamin, MSG, dan pengawet. Proses pembuatan miso ini dilakukan dengan proses pasteurisasi untuk menghindari pembentukan karbondioksida oleh bakteri yang dapat menyebabkan kemasan menggembung, namun sisi negatifnya antara lain adanya penyimpangan atau perubahan flavor, aroma miso, dan menurunan nilai gizi miso tersebut.
Miso dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan baku yang digunakan menjadi tiga macam, yaitu miso beras, miso barley, dan miso kedelai. Miso beras dibuat dari beras, kacang kedelai dan garam. Miso barley dibuat dari barley, kacang kedelai dan garam. Miso kedelai terbuat dari kedelai dan garam. Miso beras dibagi menjadi tiga jenis yaitu miso putih, miso kuning terang dengan rasa asin, dan miso merah dengan rasa asin. Standar JAS membagi miso menjadi 4 kelompok berdasarkan bahan baku:

  • Kome miso (miso beras, fermentasi kedelai dan beras)
  • Mugi miso (miso gandum, fermentasi gandum dan serealia lainnya)
  • Mame miso (miso kacang kedelai)
  • Chōgō miso (miso campuran dari jenis Kome miso ,Mugi miso,Mame miso ).

          Berdasarkan rasa, miso dibagi menjadi miso manis dan miso asin. Miso manis memiliki kadar garam kurang dari 7% dan memiliki kadar karbohidrat tinggi sehingga rasanya manis. Rasa manis ini berasal dari kandungan gula yang berlimpah, miso manis lebih cepat terfermentasi membentuk alkohol sehingga masa simpannya lebih singkat. Contoh dari miso manis adalah Shiro Saikyo Miso atau miso putih manis yang dibuat dengan campuran beras yang lebih banyak dari kedelai pada periode fermentasi pendek. Miso ini memiliki warna kuning pucat dan rasa manis yang khas. Kandungan garam dari miso ini sekitar lima persen dan biasanya digunakan untuk mengasinkan ikan dan sayuran. Untuk miso dengan kadar garam10% – 14% , memiliki kandungan karbohidrat yang rendah (kurang dari 20%) dan membuat miso menjadi lebih asin.
Secara garis besar, miso dapat dikelompokkan menurut warna. Akamiso (miso merah), terbuat dari kedelai sekitar 70% dan beras 30% atau barley. Periode fermentasi miso ini, baik dilakukan sekitar satu sampai satu setengah tahun yang akan menghasilkan miso berwarna gelap, miso dengan cita rasa kuat, tebal, dan asin, contohnya Tsugaru Miso dari wilayah Tsugaru (Prefektur Aomori), dan Sendai Miso asal Sendai (Prefektur Miyagi). Kyozakura miso, merupakan salah satu miso merah berkualitas tinggi yang memiliki rasa blended miso dan hatcho miso (terbuat hampir dari 100% kedelai) dengan warna coklat gelap, rasa yang khas, tekstur yang lembab dan berbentuk bulat.
Shiromiso (miso putih), merupakan miso berwarna krem kekuningan dengan beras sebagai bahan baku utama dan periode fermentasi yang lebih pendek dari aka miso. Shiro miso memiliki rasa sedikit kurang asin dan rasa yang kurang kuat disbanding akamiso, contohnya Shinshū Miso dari Prefektur Nagano dan Saikyō Miso asal Kansai. Miso memiliki warna-warna yang berbeda-beda, hal ini merupakan indikasi dari rasio yang berbeda dari kedelai dan beras yang digunakan dalam membuat miso serta waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi. Warna miso juga dapat ditentukan oleh tekanan yang diberikan dan lamanya waktu pada saat pemasakan. Pemasakan pada tekanan rendah yaitu sekitar 5-7 psi selama 30-60 menit akan menghasilkan miso yang berwarna cerah, sedangkan pemasakan dengan tekanan tinggi sekitar 10-15 psi selama 1-2 jam akan menghasilkan miso berwarna gelap.
Koji miso, dibuat dengan sejumlah koji (starter fermentasi) yang diinokulasi pada beras. Miso jenis lain yaitu Gen’mai miso yang terbuat dari beras dan kedelai menghasilkan rasa yang kaya serta kuat. Kinzanji Miso, dibuat oleh fermentasi sayuran seperti terong dan akar teratai bersama dengan kedelai dan koji (starter fermentasi) yang diinokulasi gandum dan garam. Kinzanji miso biasa digunakan sebagai bumbu untuk masakan Jepang. Hishio miso, atau sering dikenal dengan sebutan moromi miso merupakan bumbu miso yang popular disajikan dengan sayuran mentah segar seperti mentimun. Miso ini terbuat dari barley, kedelai, garam dan sirup millet. Hishio miso menghasilkan rasa manis yang lembut dan lezat, serta tekstur yang tebal.

 
Leave a comment

Posted by on April 22, 2013 in tugas-tugas

 

Teknik pangan

apa perbedaan dan persamaan antara proses pengolahan menggunakan evaporator dan pengering vacum?

Evaporasi merupakan unit operasi yang digunakan untuk menghilangkan sebagian air yang terdapat dalam bahan pangan cair dengan cara mendidihkan. Evaporasi bertujuan untuk meningkatkan padatan dan masih dalam bentuk puree. Evaporasi secara umum dapat didefinisikan dalam dua kondisi, yaitu: (1) evaporasi yang berarti proses penguapan yang terjadi secara alami, dan (2) evaporasi yang dimaknai dengan proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam) dalam suatu peralatan. Panas dapat disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara alami dan penambahan steam. Evaporasi didasarkan pada proses pendidihan secara intensif yaitu (1) pemberian panas ke dalam cairan, (2) pembentukan gelembung-gelembung (bubbles) akibat uap, (3) pemisahan uap dari cairan, dan (4) mengkondensasikan uapnya. Evaporasi atau penguapan juga dapat didefinisikan sebagai perpindahan kalor ke dalam zat cair mendidih. Pengeringan vakum, merupakan pengeringan yang menggunakan logam sebagai medium pengontak panas atau menggunakan efek radiasi. Pada proses ini penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah
Perbedaan evaporasi dengan metode pengeringan vakum ada pada tujuan pengolahan, produk yang dikeringkan dan hasil akhirnya. Produk akhir evaporasi adalah liquid terkonsentrasi, bukan solid. Uap air digunakan sebagai pengubah fasa saat mengkonsentrasi komponen yang tidak tahan panas seperti protein dan gula. Panas diberikan pada larutan dan sebagian dari solvent berubah menjadi uap. Proses evaporasi berlangsung pada temperatur tinggi dengan tekanan yang rendah. Dalam proses evaporasi, sisa dari proses tersebut (fase yang ditinggalkan) adalah zat cair (kadang-kadang zat cair yang sangat viskos). Dalam proses pengeringan, sisa dari proses tersebut adalah zat padat. Pada evaporasi, cairan yang diuapkan dalam kuantitas relatif banyak, sedangkan pada pengeringan sedikit. Dengan alat pengering vacuum, sebagian air dari bahan pangan pangan akan dihilangkan dengan cara diuapkan, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktifitas air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimats dan kimiawi.

Mengapa evaporator sering digunakan beriringan dengan spray dryer?

Metode pengeringan spray drying merupakan metode pengeringan yang paling banyak digunakan dalam industri terutama industri makanan. Metode ini mampu menghasilkan produk dalam bentuk bubuk atau serbuk dari bahan-bahan seperti susu, buah buahan, dll. Cara kerja spray dryer adalah sebagai berikut:
Pertama-tama seluruh air dari bahan yang ingin dikeringkan, diubah ke dalam bentuk butiran-butiran air dengan cara diuapkan menggunakan atomizer. Air dari bahan yang telah berbentuk tetesan-tetesan tersebut kemudian di kontakan dengan udara panas. Peristiwa pengontakkan ini menyebabkan air dalam bentuk tetesan-tetesan tersebut mengering dan berubah menjadi serbuk. Selanjutnya proses pemisahan antara uap panas dengan serbuk dilakukan dengan cyclone atau penyaring. Setelah di pisahkan, serbuk kemudian kembali diturunkan suhunya sesuai dengan kebutuhan produksi.
Bahan baku yang akan dikeringkan dengan spray dryer harus berupa larutan dengan viskositas tertentu (+40-60%) atau sesuai karakteristik yang diinginkan. Jika viskositas larutan yang dikeringkan tidak sesuai atau terlalu encer maka produk akhir yang dihasilkan tidak akan maksimal, seperti butiran yang masih belum kering karena air yang terdapat pada larutan masih terlalu banyak untuk diuapkan dan waktu kontak bahan dengan alat akan berlangsung secara cepat. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan evaporator untuk memekatkan bahan pangan dalam bentuk larutan agar konsentrasi padatan terlarut naik dan jumlah air berkurang sehingga bahan baku dapat digunakan untuk pengolahan selanjutnya dengan spray dryer.

Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula
Tahapan-tahapan dalam proses pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ektrasi, pembersihan kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen.

Ekstraksi
Tahap pertama pembuatan gula tebu adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Caranya dengan menghancurkan tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan ampas tebu dengan cairannya. Cairan tebu kemudian dipanaskan dengan boiler. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula. Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 50 % air, 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula dan juga kotoran seperti pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang disebut sebagai “abu”.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)
Jus tebu dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran , kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih. Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.

Penguapan (Evaporasi)
Setelah mengalami proses liming, proses evaporasi dilakukan untuk mengentalkan jus menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas (steam). Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk’ (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

Pendidihan/ Kristalisasi
Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam wadah yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam wadah ini air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.
Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.
Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol (etanol) . Belakangan ini molases dari tebu di olah menjadi bahan energi alternatif dengan meningkatkan kandungan etanol sampai 99,5%.
Penyimpanan Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

Afinasi (Affination)
Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma’) di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga kotoran dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum proses karbonatasi. Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

Karbonatasi
Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut.
Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penghilangan warna
Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan.
Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.
Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

Pendidihan
Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya.
Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2012 in tugas-tugas

 

penkom

masuk ke wordpress.com

sign up now..isi data

di confirm ke e-mail (ingat satu e-mail yang telah digunakan untuk wordpress tidak bisa di gunakan untuk yang kedua)

 
2 Comments

Posted by on September 1, 2010 in tugas-tugas